Beranda | Artikel
Syarat Sahnya Adzan
Jumat, 2 Februari 2024

ADZAN DAN IQAMAH

Syarat sahnya Adzan.
Hendaknya adzan dibaca secara berurutan dan bersambung, dilakukan setelah masuknya waktu, mu’adzzin adalah seorang muslim, laki-laki, amanat, berakal, adil, baligh atau tamyiz, dan hendaknya adzan diucapkan dengan bahasa arab sebagaimana diajarkan dalam hadits di atas, demikian pula  dengan iqamah.

Disunnahkan agar adzan diucapkan dengan tartil, dengan suara keras, menoleh ke kanan ketika mengucapkan (hayya alas shalaat) dan menoleh ke kiri ketika mengucapkan (hayya alal falah), atau membagi setiap jumlah ke dua arah.

Mu’dzzin dianjurkan orang yang suaranya keras, mengetahui waktu, menghadap kiblat, bersuci, berdiri, meletakkan kedua jarinya di kedua telinganya ketika adzan, dan adzan di tempat yang tinggi.

Adzan tidak sah sebelum masuk waktu shalat untuk shalat lima waktu, dan disunnahkan adzan sebelum masuk waktu fajar seukuran cukup bagi seseorang menyelesikan makan sahur; agar orang yang qiyamul lail kembali, orang yang tidur terbangun, dan orang shalat tahjjud mengakhiri shalatnya dengan shalat witir, apabila telah terbit fajar, maka barulah adzan untuk shalat subuh dikumandangkan.

Apa yang diucapkan oleh orang yang mendengar adzan.
Disunnahkan bagi orang yang mendengarkan adzan baik laki-laki maupun wanita untuk:

1. Mengucapkan seperti yang diucapkan mu’adzzin agar mendapat pahala seperti dia kecuali dalam bacaan (حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ, dan حَيَّ عَلَى الفَلَاحِ) orang yang mendengarkannya mengucapkan (لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إلَّا بِاللهِ)

2. Setelah adzan selesai disunnahkan untuk bershalawat kepada nabi dengan pelan bagi yang adzan maupun yang mendengar.

3. Disunnahkan membaca apa yang diriwayatkan oleh Jabir dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

عن جابر بن عبد الله رضي الله عنهما أن رسول الله- صلى الله عليه وسلم- قال: «مَنْ قَالَ حِينَ يَسْمَعُ النِّدَاءَ: اللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعوَةِ التَّامَّةِ، وَالصَّلاةِ القَائمَةِ، آتِ مُحَمَّداً الوَسِيلَةَ وَالفَضِيلَةَ، وَابْعَثْهُ مَقَاماً مَحْمُوداً الَّذِي وَعَدْتَهُ، حَلَّتْ لَهُ شَفَاعَتِي يَومَ القِيَامَةِ». أخرجه البخاري.

Barangsiapa yang membaca ini ketika selesai mendengar adzan:

اَللّهُمَّ رَبَّ هذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ، وَالصَّلاَةِ الْقَائِمَةِ، آتِ مُحَمَّدٍِا الْوَسِيْلَةَ وَالْفَضِيْلَةَ، وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُوْدًا الَّذِي وَعَدْتَهُ

(Ya Allah Tuhan yang memiliki seruan yang sempurna ini, dan shalat wajib yang didirikan, berikanlah kepada Muhammad al-wasilah (derajat di surga) dan fadhilah, serta bangkitkanlah dia dalam maqam yang terpuji yang telah Engkau janjikan).
Maka dia berhak mendapat syafaatku di hari kiamat. (HR. Bukhari)[1].

عَنْ سَعْدِ بْنِ أَبِي وَقَّاصٍ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ مَنْ قَالَ حِينَ يَسْمَعُ الْمُؤَذِّنَ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ رَضِيتُ بِاللَّهِ رَبًّا وَبِمُحَمَّدٍ رَسُولًا وَبِالْإِسْلَامِ دِينًا غُفِرَ لَهُ ذَنْبُهُ. أخرجه مسلم.

Dari Sa’d bin Abi Waqqash Radhiyallahu anhu dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwasanya beliau bersabda : Barangsiapa yang membaca do’a ini ketika mendengar mu’adzzin:

أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، رَضِيْتُ بِاللهِ رَبًّا وَبِمُحَمَّدٍ رَسُوْلاً وَبِاْلإِسْلاَمِ دِيْنًا

(Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah dengan sebenarnya kecuali Allah yang tiada sekutu bagiNya, dan seseungguhnya Muhammad adalah hamba dan utusaNya, aku rela Allah sebagai Tuhan, dan Muhammad sebagai Rasul dan Islam sebagai agamaku).
Maka diampuni dosanya. (HR. Muslim)[2].

Barangsiapa yang menjamak dua shalat, atau mengkadha’ shalat yang tertinggal, maka cukup baginya adzan untuk shalat yang pertama kemudian iqamah untuk setiap shalat.

Apabila seseorang mengakhirkan shalat Dhuhur karena terik matahari yang sangat panas, atau mengakhirkan shalat Isya sampai waktu yang lebih afdhal, maka sunnahnya untuk mengumandangkan adzan ketika akan mendirikan shalat.

Siapa yang mengumandangkan adzan
Apabila terdapat dua orang atau lebih yang mengumandangkan adzan, maka diutamakan orang yang lebih bagus suaranya, kemudian yang lebih baik agama dan akalnya, kemudian yang dipilih oleh para tetangga, kemudian diundi, dan boleh mengangkat dua mu’adzzin untuk satu masjid.

Keutamaan mengumandangkan adzan.

عن أبي هريرة رضي الله عنه أن رسول الله- صلى الله عليه وسلم- قال: «إذَا نُودِيَ لِلْصَّلاةِ أَدْبَرَ الشَّيْطَانُ لَهُ ضُرَاطٌ حَتَّى لا يَسْمَعَ التَّأْذِينَ، فَإذَا قُضِيَ النِّدَاءُ أَقْبَلَ، حَتَّى إذَا ثُوِّبَ لِلصَّلاةِ أَدْبَرَ، حَتَّى إذَا قُضِيَ التَّثْوِيبُ أَقْبَلَ، حَتَّى يَخْطُرَ بَيْنَ المَرْءِ وَنَفْسِه يَقُولُ: اذْكُرْ كَذَا، اذْكُرْ كَذَا، لِمَا لَمْ يَكُنْ يَذْكُرُ، حَتَّى يَظَلَّ الرَّجُلُ لا يَدْرِي كَمْ صَلَّى». متفق عليه.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Apabila dikumandangkan adzan maka setan berlarian sehingga mengeluarkan suara kentutnya sampai dia tidak mendengar suara adzan, dan apabila adzan telah selesai maka dia datang kembali sehingga saat dilaksanakan iqamah dia kembali pergi, dan apabila selesai dia datang kembali (untuk menggoda) sehingga terlintas dalam diri seseorang bahwa dia berkata: “Ingatlah ini dan itu, ingatlah ini dan itu, bagi apa yang tidak ia ingat sebelumnya, sehingga seseorang terlupa sudah berapa rakaatkah dia shalat. (Muttafaq alaih)[3].

Adzan pada hari jum’at dilakukan ketika imam telah duduk di atas mimbar untuk berkhutbah, kemudian tatkala masyarakat sudah bertambah banyak pada masa Utsman Radhiyallahu anhu, maka beliau menambah sebelumnya adzan ketiga, dan para sahabat menyetujui beliau.

Hukum mengambil upah sebagai muadzin
Imam tidak boleh mengambil gaji karena tugas menjadi imam yang diembannya, demikian juga dengan mu’adzzin (sebagai upah) atas shalat dan adzannya, namun boleh baginya menerima pemberian dari baitul mal untuk para imam dan mu’adzzin apabila pelaksanaaan tugasnya dilakukan karena Allah.

Hukum masuk masjid pada saat muadzin sedang adzan
Barangsiapa yang memasuki sebuah masjid ketika mu’adzzin sedang adzan, disunnahkan baginya mengikuti mu’adzzin, kemudian berdo’a setelah adzan selesai, dan tidak duduk sebelum mendirikan shalat dua rakaat tahiyyatul masjid.

Hukum meninggalkan masjid setelah adzan
Apabila seorang mu’adzzin telah melantunkan adzan maka tidak boleh ada orang yang keluar dari masjid kecuali ada karena udzur seperti sakit, atau untuk memperbarui wudhu’ dan lain sebagainya.

[Disalin dari مختصر الفقه الإسلامي   (Ringkasan Fiqih Islam Bab : Ibadah العبادات ) Penulis : Syaikh Muhammad bin Ibrahim At-Tuwaijri  Penerjemah Team Indonesia islamhouse.com : Eko Haryanto Abu Ziyad dan Mohammad Latif Lc. Maktab Dakwah Dan Bimbingan Jaliyat Rabwah. IslamHouse.com 2012 – 1433]
_______
Footnote
[1] Shahih Bukhari no (614).
[2] Shahih Muslim no (386)
[3] Shahih Bukhari no (608), shahih Muslim no (389).


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/97834-syarat-sahnya-adzan.html